Pernah ada seorang ibu yang hidupnya selalu dirundung malapetaka, tiap hari ada saja orang yang datang ke rumahnya bukan untuk bersilaturahmi melainkan untuk menagih hutang. 'Debt collector' datang tidak mengenal pagi, siang, sore, malam, judulnya sama, menagih hutang. 'Apa nggak pusing kepala ini Mas?' tutur si ibu. Setiap hari bisa mencapai lima ratus rupiah uang yang harus dikeluarkan untuk membayar hutang. Sementara usahanya sebagai pedagang tidak pernah bisa dipastikan, banyak pelanggan yang berhutang, otomatis ia tidak bisa membayar hutang akibatnya pinjaman menjadi berlipat lantaran bunga berbunga. Hutangnya bukan malah tambah lunas tetapi malah hutangnya menjerat dileher.
Awalnya ia berpikir mendapatkan pinjaman mudah, tidak bertele-tele, cepat cairnya namun setiap usahanya ramai tiba-tiba ada saja masalah yang membuat usahanya menjadi bangkrut bahkan terjadi berulang-ulang jatuh bangun. Sampai hubungan dengan suami dan anak-anaknya menjadi terganggu, pertengkaran terkadang tidak terhindarkan. Untuk menutup hutang sampai hampir saja menjual rumah yang dimilikinya. Ditengah hatinya yang galau ibu sempat berpikir apa maksud Allah dari semua peristiwa yang dialami. Apakah ini teguran dari Allah bahwa rizkinya tidak berkah? Lantas apa yang harus dilakukan?
Itulah sebabnya dalam kondisi sedang galau, ibu bersama suami dan anak2nya datang ke Rumah Amalia. Ibu itu mengerti setelah mendapatkan penjelasan bahwa keberkahan adalah kebahagiaan yang datangnya dari Allah bukan dari banyak atau sedikitnya rizki yang diterimanya namun kebaikan & manfaat bagi banyak orang dari rizki yang diperolehnya. Tekadnya untuk meninggalkan kebiasaan berhutang & menggantikan dengan bershodaqoh akan membawa keberkahan dalam usahanya. Malam itu kami di Rumah Amalia berdoa bersama agar Allah berkenan melimpahkan keberkahan untuk usaha & keluarganya.
Subhanallah, kebiasaan baru itu mendatangkan keberkahan dalam kehidupannya, usahanya mulai bisa bernapas kembali. Warung sembako bertambah banyak dagangannya. Mesin parut kepala sudah mampu terbeli. Hutang-hutangnya sudah terlunasi. Suami dan anak-anaknya menjadi rajin sholat berjamaah dimasjid. Kebahagiaan itu menjadi terasa nikmat bukan semata-mata materi namun juga keberkahan yang diperolehnya dalam wujud ketenteraman hati pada dirinya dan keluarganya. Anak-anaknya yang dulu susah diatur menjadi lebih penurut & berbakti. Suara teriakan debt colector dipagi hari telah berubah menjadi lantunan ayat suci yang menghiasi rumahnya sehingga membawa kedamaian di dalam keluarga. 'Alhamdulillah, Allah begitu menyayangi kami sekeluarga sehingga terbebas dari belitan hutang..'tutur ibu itu di Rumah Amalia.
'Ya Allah curahkanlah keberkahan dari apa-apa yang Engkau berikan rizki kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.' (HR. Ibnu As Sani).
by: M. Agus Syafii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar